Islam, Etos Kerja dan Etika Berusaha

Islam, Etos Kerja dan Etika Berusaha



"Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki Nya. Dam hanya kepada Nya lah kamu  (kembali setelah) dibangkitkan." (QS. Al Mulk [67] : 15)

Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk. Apabila dibandingkan dengan makhluk lainya, Malaikat sekalipun yang dianggap sebagai makhluk lainya, malaikat sekalipun yang dianggap sebagai makhluk Allah yang paling taat, kiranya belum mampu melebihinya. Kelebihan manusia dari makhluk Allah yang lain dikarenakan Allah manusia di samping mempunyai bentuk yang baik dan indah, jika dilengkapi dengan akal akal pikiran yang tidak dimiliki makhluk lain. Dengan kesempurnaan yang Allah berikan itu, diharapkan manusia akan menjadi makhluk Allah yang mulia dan senantiasa taat kepada perintah-Nya. Namun demikian tidak sedikit manusia yang derajatnya jatuh serendah-rendahnya. Bahkan lebih rendah dari hewan, karena mereka durhaka kepada Allah swt. 

Bermodalkan kesempurnaan fisik dan akal pikiran itu Allah swt memerintahkan kepada manusia agar bekerja, berikhtiar di muka bumi ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sekaligus sebagai bekal hidup di akherat. Firman Allah dalam Al Quran, 

"Dialah (Allah) yang telah menjadikan bumi itu mudah bagi kalian, maka berjalanlah di segala penjuru Nya dan makanlah sebagian dan rezeki Nya"(QS. Al Mulk [67] : 15).

Dengan adanya perintah tersebut, yang sekaligus merupakan seruan kepada manusia untuk bekerja dan mencari nafkah/rezeki, berarti bekerja itu merupakan suatu ibadah yang harus dijalankan berdasarkan kehendak dan ridha-Nya. Setiap pekerjaan yang dilakukan manusia tergantung niatnya. Kalau niatnya baik, niscaya pekerjaanya pun baik. Sebaliknya, kalau niatnya buruk, pasti pekerjaan yang dilakukan akan buruk. Ajaran Rasulullah Saw, menerintahkan apabila akan melakukan sesuatu pekerjaan mulailah dengan mengucapkan,"Bismillahirrahmanirrahim." 

Niat untuk melakukan suatu pekerjaan adalah sama dengan suatu perencanaan. Perencanaan yang dibuat dengan sempurna akan menunjang kepada pelaksanaannya hingga tuntas. Dan suatu pekerjaan akan tuntas, apabila didukung dengan profesionalisme yang tinggi. Oleh karena itu, umat Islam harus memiliki profesionalisme. 

Etos Kerja Berlandaskan ajaran Islam
Etos kerja yang didasari oleh prinsip-prinsip islam, tidak semata-mata mencari materi untuk memenuhi kebutuhan hawa nafsu duniawi. Akan tetapi keberhasilan materi tersebut selalu dilandasi oleh iman dam taqwa kepada Allah. Karena keberhasilan atau kegagalan dari suatu usaha tersebut, hanya Allah lah yang menentukan. Di masyarakat sering terdapat orang yang hidupnya hanya berzikir saja, sehingga kegiatan kerja atau usaha lainya mereka tinggalkan. Padahal mereka memerlukan materi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi ada juga yang di dalamnya berusaha/bekerja semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hawa nafsu duniawinya. Sehingga meninggalkan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah untuk beribadah kepada-Nya. Ajaran Islam telah melarang kedua hal tersebut. Allah berfirman dalam Al Quran, 

"Dan carilah dalam (kemudahan) yang Allah beri kepadamu itu (keselamatan) negeri akherat, akan tetapi janganlah Engkau lupakan bahagianmu di dunia dan berbuat baiklah kepada orang lain, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan jangan kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan". (QS. Al Qashash [28] : 77)

Ketimpangan-ketimpangan yang dilakukan oleh sebagian manusia itu tidak diketahui oleh Allah, karena umat Islam yang beriman di dalam kehidupannya senantiasa berdoa dan berkarya untuk kebahagiaan di dunia dan akherat. Untuk mengembangkan etos kerja tersebut, umat Islam harus bekerja secara produktif, efrsien dan menghargai waktu disertai takwa dan iman kepada Allah. Karaktetistik ini, harus dipenuhi oleh umat islam untuk mencapai manusia yang berkualitas. 

Sedangkan untuk menciptakan umat Islam yang berkualitas harus disiapkan melalui pendidikan, penyuluhan, pemberiaan kemudahan dan fasilitas serta pemberian motivasi yang cukup. Yang mendasari produktivitas tinggi, adalah semangat kerja dan tidak putus apa apabila dalam melaksanakan pekerjaanya menemui hambatan dan rintangan. Di samping produktifitas yang tinggi dan efesiensi, menghargai waktu itupun merupakan suatu sikap atau perilaku yang diperlukan untuk menunjang peningkatan etos kerja. Apabila manusia mau menghargai waktu, maka akan lahirlah pada diri manusia manusia itu keindahan dalam mengatur waktu. Keindahan inilah yang akan menumbuhkan kedisiplinan dalam mengatur waktu. Waktu adalah merupakan modal yang paling berharga, karena dengan waktulah manusia bisa beruntung, dan karena waktu pula manusia bisa merugi. 

Manusia yang beruntung ialah mereka yang mampu menggunakan waktunya untuk melaksanakan segala perbuatan yang bermanfaat, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain berlandaskan iman dan takwa kepada Allah swt. Manusia yang demikian, akan memperoleh sukses dalam segala bentuk yang ia kerjakan berkat dan kedislipinan yang melahirkan ketaqwaan, keuletan, hemat dan cermat dalam dalam mengantur waktunya serta hatinya tidak putus asa untuk selalu mengharapkan rahmat dari Tuhannya. Adapun manusia yang rugi adalah manusia yang selalu menyia-nyiakan waktunya, sehingga waktu yang disediakan oleh Allah tidak dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaan yang bermanfaat, baik untuk darinya maupun orang lain. Orang semacam ini selalu berpangku tangan, hidup bermalas-malasan sehingga tidak terasa waktu mengikis usianya, dan akhirnya penuh penyesalan. Pada hal sahabat Rasulullah, Umar bin Khatab pernah berkata, "Janganlah sekali-kali diantara kalian ada orang yang duduk enggan bekerja untuk mencari rezeki dan hanya berdoa, Ya Allah limpahkanlah rezeki kepadaku padahal ia tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak" 

Etika dalam Berusaha 
Sebagaimana diketahui, bahwa munculnya perdagangan bersamaan dengan muncul dan berkembangnya peradaban manusia di atas bumi ini. Perdagangan ketika itu terjadi karena manusia saling membutuhkan untuk keperluan hidupnya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut terjadilah perdagangan dengan cara saling tukar (barter) terhadap hasil pertaniannya. Di antara sekian banyak aspek kerjasama dan perkembangan sesama manusia, maka ekonomi perdagangan adalah termasuk yang terpenting sehingga aspek inilah yang banyak peranannya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Kalau kita bicara masalah etika dalam perdagangan, berarti kita bisa mentaati atau mematuhi apa yang telah disepakati bersama. Sedangkan norma-norma kemanusiaan atau keagamaan kadang-kadang tidak menjadi perhatian, karena yang dikejar tidak lain adalah keuntungan yang sesuai dengan selera dan hawa nafsu. Dengan demikian, terkadang antara si penjual dan si pembeli sudah tidak ada lagi perasaan bahwa usahanya demi untuk kesejahteraan bersama. 

Masalah perdagangan itu menyangkut masalah kesejahteraan hidup manusia di dunia ini, maka agama dalam hal ini agama islam, ikut mengaturnya sesuai dengan ketetapan-ketetapan Allah dalam Al Quran dan Rasul Nya dalam hadits. Di dalam masalah perdagangan, yang menjadi pokok adalah kedudukan benda-benda atau barang-barang yang diperdagangkan itu, karena semuanya itu adalah karunia dan pemberian Allah swt bagi kepentingan makhluk-Nya, terutama manusia. Sebagaimana firman-Nya yang artinya, 

"Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa Allah telah menyediakan bagi keperluan kamu apa yang ada di langit dan di bumi dan menyempurnakan nikmat Nya lahir dan batin." (QS. Luqman [31] : 20)

Di lain firman Nya, Allah menyatakan, 

"Dialah (Allah) yang telah menciptakan segala apa yang ada di bumi bagi kamu semuanya".(QS. Al Baqarah [2] : 29). 

Kedua firmam Allah tersebut harus kita jadikan dasar dan patokan pemikiran bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi yang telah diciptakan Allah itu semuanya disediakan dan diserahkan kepada manusia untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan seluruh umat manusia. Tentunya untuk memanfaatkan hal itu manusia harus menggunakan akal dan pikiran serta tenaga sehingga bahan-bahan atau sumber daya alam yang disediakan oleh Allah itu dapat mewujudkan suatu hasil yang sempurna dan dapat dinikmati serta dirasakan oleh seluruh indonesia. Dengan demikian kita harus menyadari bahwa segala sandang, pangan papan yang kita nikmati itu adalah hasil pemikiran dan kerja keras yang dilakukan manusia. Itulah sebabnya bagi manusia yang beragama islam di dalam mengembangkan perekonomian atau perdagangan perlu adanya etika atau moral agar jangan sampai terjadi di dalam mengejar keuntungan itu tega mengorbankan orang lain demi keuntungan pribadi atau golongan. 

Dalam hal mencari keuntungan ini sebenarnya para pedagang/pengusaha banyak memperoleh peringatan dari Allah swt, agar senantiasa mengindahkan batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama. Batasan ini antara lain berupa moral dan etika yang dapat menahan hawa nafsu maupun ingin menang sendiri yang dengan seenaknya mengorbankan sesama manusia, demi kepentingan sendiri. Di antara batas-batas yang telah ditetapkan dalam agama Islam untuk mempertahankan moral dan etika dalam berusaha, yaitu : 

1. Jangan melanggar batas dalam ajaran islam
Allah swt menetapkan batas-batas yang tidak boleh dilanggar berupa larangan keras yang diharamkan. Apabila dilanggar akan menimbulkan fasad atau kerusakan di atas bumi dan akan mendapat dosa serta hukuman di akhirat nanti. Sebagaimana firman, 

"Barangsiapa melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah, mereka itu adalah orang-orang yang zalim (aniaya)".(QS. Al Baqarah [2] : 229) 

2. Jalan mencari harta dengan bathil 
Berdagang/berusaha adalah sesuatu yang baik, karena kegiatan itu membantu orang lain yang membutuhkan dan mudah untuk mendapatkannya. Di dalam kegiatan berusaha tersebut, si penjual boleh saja mengambil keuntungan dengan cara yang wajar tanpa menggunakan kesempatan untuk melakukan pemerasan pada saat orang lain membutuhkanya. 

3. Jangan memakan riba. 
Pengusaha muslim yang taat pada aturan atau ketetapan hukum Islam, serta prinsip-prinsip syariat Islam lainya, akan selalu memelihara diri. Kepatuhan kepada ketentuan-ketentuan hukum Islan dan memelihara diri dari pelanggaran yang dilakukan itu, semata-mata karena Allah, misalnya membayar zakat, mengeluarkan infak serta menjauhi riba. 

4. Jangan bermain manipulasi dengan kualitas, ukuran dan timbangan. 
Karena ingin meraih keuntungan besar, sesuai dengan hawa nafsu yang tidak terbatas, manusia sering melakukan penipuan dalam kualitas, ukuran dan timbangan pada barang daganganya, tanpa memikirkan kerugian pada orang lain. Allah swt berfirman dalam Al Quran, 

"Sempurnakanlah takaran (sukatan) dan timbangan dengan adil"(QS. Al An'am : 152) 

Dari berbagai ketetapan yang telah diatur oleh Allah dan Rasulullah itu, hendaklah menjadikan pegangan bagi umat islam dalam etika berusaha. Karena ajaran Allah dan RasulNya menghendaki kejujuran dan keterusterangan pada setiap kegiatan perekonomian/perdagangan. Andaikata prinsip-prinsip Islam itu dipatuhi oleh umat islam di dalam setiap kegiatan berusaha niscaya usahanya akan maju dan mendapat berkah dari Allah swt. 

(Sumber : Risalah Jumat)




Terima kasih sudah membaca Islam, Etos Kerja dan Etika Berusaha ,Silahkan bagikan artikel ini Islam, Etos Kerja dan Etika Berusaha jika bermanfaat, Barakallaahu fikum
Share on :
 
Comments
0 Comments

Post a Comment

loading...
 
Support : About | Site Map | Privacy Policy | Disclaimer | Contact Us |
Copyright © 2013. artikelislamiku.blogspot.com - All Rights Reserved
Di Design Ulang Oleh I Template Blog Published by I Template Blog
Proudly powered by Blogger