"Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al-Quran) sedang Dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al -Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman." (QS. Al Ankabut [29] : 51)
Adakah mushaf Al Quran di setiap rumah keluarga muslim?. Diduga jawabanya adalah "tidak"! Apakah anggota keluarga muslim yang memiliki mushaf telah mampu membaca kitab suci itu?. Diduga keras jawabanya adalah "belum"!. Apakah setiap muslim yang mampu membaca Al Quran mengetahui garis besar kandunganya serta fungsi kehadiranya di tengah-tengah umat?. Sekali lagi, jawaban yang diduga serupa dengan yang sebelumnya.
Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW antara lain dinamai Al Kitab dan Al Quran (bacaan yang sempurna), walaupun penerima dan masyarakat pertama yang ditemuinya tidak mengenal baca tulis. Ini semua, dimaksudkan, agar mereka dan generasi berikutnya membacanya. Fungsi utama Al Kitab adalah memberikan petunjuk. Hal ini tidak dapat terlaksana tanpa membaca dan memahaminya.
Dari celah-celah redaksinya ditemukan tiga bukti kebenaranya.
Pertama, keindahan, keserasian dan keseimbangan kata-katanya.
Kata yaum yang berarti "hari", dalam bentuk tunggalnya terulang sebanyak 365 kali (ini sama dengan satu tahun), dalam bentuk jamak diulangi sebanyak 30 kali (ini sama dengan satu bulan). Sementara itu, kaya syahr yang berarti "bulan" hanya terdapat 12 kali. Kata panas dan dingin masing-masing diulangi sebanyak empat kali, sementara dunia dan akhirat, hidup dan mati, setan dan malaikat, dan masih banyak lainya, semuanya seimbang dalam jumlah yang serasi dengan tujuanya dan indah kedengaranya.
Pertama, keindahan, keserasian dan keseimbangan kata-katanya.
Kata yaum yang berarti "hari", dalam bentuk tunggalnya terulang sebanyak 365 kali (ini sama dengan satu tahun), dalam bentuk jamak diulangi sebanyak 30 kali (ini sama dengan satu bulan). Sementara itu, kaya syahr yang berarti "bulan" hanya terdapat 12 kali. Kata panas dan dingin masing-masing diulangi sebanyak empat kali, sementara dunia dan akhirat, hidup dan mati, setan dan malaikat, dan masih banyak lainya, semuanya seimbang dalam jumlah yang serasi dengan tujuanya dan indah kedengaranya.
Kedua, pemberitaan gaib yang diungkapkanya.
Awal surah Al Rum nenegaskan kekalahan Romawi oleh Persia pada tahun 614 : "Setelah kekalahan, mereka akan menang dalam masa sembilan tahun di saat mana kaum mukminin akan bergembira". Dan itu benar adanya, tepat pada saat kegembiraan kaum muslim memenangkan Perang Badar pada 622, bangsa Romawi memperoleh kemenangan melawan Persia. Pemberitaannya tentang keselamatan badan Fir'aun yang tenggelam di Laut Merah 3200 tahun yang lalu, baru terbukti setelah muminya (badanya yang diawetkan) ditemukan oleh Loret di Wadi Al Muluk Thaba, Mesir, pada 1896 dan dibuka pembalutnya oleh Eliot Smith 8 Juli 1907. Maha benar Allah yang menyatakan kepada fir'aun pada saat kematianya :
Awal surah Al Rum nenegaskan kekalahan Romawi oleh Persia pada tahun 614 : "Setelah kekalahan, mereka akan menang dalam masa sembilan tahun di saat mana kaum mukminin akan bergembira". Dan itu benar adanya, tepat pada saat kegembiraan kaum muslim memenangkan Perang Badar pada 622, bangsa Romawi memperoleh kemenangan melawan Persia. Pemberitaannya tentang keselamatan badan Fir'aun yang tenggelam di Laut Merah 3200 tahun yang lalu, baru terbukti setelah muminya (badanya yang diawetkan) ditemukan oleh Loret di Wadi Al Muluk Thaba, Mesir, pada 1896 dan dibuka pembalutnya oleh Eliot Smith 8 Juli 1907. Maha benar Allah yang menyatakan kepada fir'aun pada saat kematianya :
"Hari itu Ku selamatkan badanmu supaya kamu menjadi pelajaran bagi generasi sesudahmu..."
(QS. Yunus [10] : 92)
Ketiga, isyarat-isyarat ilmiahnya sungguh mengagumkan ilmuan masa kini.
Apalagi yang menyampaikan nya adalah seorang ummi yang tidak pandai membaca dan menulis serta hidup di lingkungan masyarakat terbelakang. Bukti kebenaran mukjizat rasul-rasul Allah bersifat suprarasional. Hanya Muhammad yang datang membawa bukti selainya, Tuhan berpesan agar mereka mempelajari Al Quran.
Sungguh disayangkan bahwa tidak sedikit umat islam dewasa ini bukan hanya tak pandai membaca kitab sucinya, tetapi juga tidak mengfungsikannya, kecuali sebagai penangkal bahaya dan pembawa manfaat dengan cara-cara yang irasional.
Apalagi yang menyampaikan nya adalah seorang ummi yang tidak pandai membaca dan menulis serta hidup di lingkungan masyarakat terbelakang. Bukti kebenaran mukjizat rasul-rasul Allah bersifat suprarasional. Hanya Muhammad yang datang membawa bukti selainya, Tuhan berpesan agar mereka mempelajari Al Quran.
"Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman".(QS. Al Ankabut [29] : 51).
Sungguh disayangkan bahwa tidak sedikit umat islam dewasa ini bukan hanya tak pandai membaca kitab sucinya, tetapi juga tidak mengfungsikannya, kecuali sebagai penangkal bahaya dan pembawa manfaat dengan cara-cara yang irasional.
Rupanya, umat generasi inilah antara lain yang termasuk diadukan oleh nabi muhammad :
Tahap pertama untuk mengatasi kekurangan dan kesalahan di atas adalah meningkatkan kemampuan baca Al Quran. Janganlah anak-anak kita disalahkan jika kelak dikemudian hari mereka pun mengadu kepada Allah, sebagaimana ditemukan dalam sebuah riwayat : "Wahai Tuhanku, aku menuntut keadilan-Mu terhadap perlakuan orang tuaku yang aniaya ini."
"Wahai Tuhan, sesungguhnya umatku telah menjadikan Al Quran sesuatu yang tidak dipedulikan" (QS. Al Furqan [25] : 30)
Tahap pertama untuk mengatasi kekurangan dan kesalahan di atas adalah meningkatkan kemampuan baca Al Quran. Janganlah anak-anak kita disalahkan jika kelak dikemudian hari mereka pun mengadu kepada Allah, sebagaimana ditemukan dalam sebuah riwayat : "Wahai Tuhanku, aku menuntut keadilan-Mu terhadap perlakuan orang tuaku yang aniaya ini."
Memfungsikan Al Quran
MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran), yang memperlombakan beberapa segi kemahiran dalam bidang Al Quran, sudah merupakan tradisi positif yang sudah dilembanggakan oleh pemerintah. Tidak.diragukan besarnya perhatian pemerintah dan masyarakat menyangkut penyelenggaraan MTQ. Tidak kecil pula dana dan daya yang dikerahkan untuk menyukseskanya. Dampak positif dari perlombaan-perlombaan tersebut dapat dirasakan baik di tingkat nasional maupun internasional. Namun demikian, disadari pula bahwa sisi yang terpenting dari kehadiran Al Quran belum banyak dirasakan dalam pentas kehidupan bermasyarakat.
Al Quran memperkenalkan dirinya sebagai hudan li al-nas (petunjuk untuk seluruh manusia). Inilah fungsi utama kehadiranya. Dalam rangka penjelasan tentang fungsi Al Quran ini, Allah menegaskan : kitab suci diturunkan untuk memberi putusan (jalan keluar) terbaik bagi problem-problem kehidupan manusia.
Kita yakin bahwa para sahabat nabi Muhammad SAW, seandainya hidup pada saat ini, pasti akan memahami petunjuk-petunjuk Al Quran sedikit atau banyak berbeda dengan pemahaman mereka sendiri yang telah tercatat dalam literatur keagamaan. Karena pemahaman manusia terhadap sesuatu tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman-pengalaman, di samping kecenderungan dan latar belakang pendidikanya.
Tantangan besar yang dihadapi oleh umat islam, khususnya cendikiawan muslim, adalah bagaimana memfungsikan kitab suci ini, yaitu bagaimana menangkap pesan-pesanya dan memasyarakatkanya, bagaimana memahami dan melaksanakan petunjuk-petunjuknya tanpa mengabaikan apalagi mengorbankan budaya dan perkembangan positif masyarakat. Sebagaian umat kita memfungsikan Al Quran sebagai mukjizat hanya ditujukan kepada yang meragukanya sebagai firman Allah. Sikap semacam ini antara lain mengantarkan kita pada usaha mencari-cari ayat Al Quran untuk dijadikan bukti bahwa kitab suci ini telah mendahului penemuan-penemuan ilmiah abad modern suatu usaha yang tidak jarang "memaksakan" ayat-ayat itu sendiri.
Di sisi lain, kemukjizatannya dipahami oleh sebagian umat sebagai keampuhan ayat-ayat Al Quran untuk melahirkan hal-hal yang bersifat suprarasional atau supranatural. Hanya saja, umat harus disadarkan bahwa benang yang memisahkan suprarasional dengan irasional amatlah tipis, sehingga jika tidak waspada, seseorang dapat terjerumus ke lembah khurafat (takhayul). Lebih-lebih lagi kalau diingat bahwa Al Quran sendiri menegaskan bahwa al imdad al ghaiby, yang di dalamnya terdapat segala macam yang supra itu, tidak mungkin akan tiba tanpa didahului usaha manusia yang wajar, rasional dan natural.
Al Quran : Jamuan Tuhan
Suatu malam, Rasulullah saw berbisik kepada Aisyah, Apakah kamu rela pada malam (giliranmu)ini, aku beribadah?" Aku sungguh senang berada di sampingmu selalu, tetapi akupun rela dengan apa yang engkau sukai,"sahut Aisyah. Rasul saw kemudian bangkit untuk berwudlu tidak banyak air yang digunakanya lalu beliau shalat dengan membaca Al Quran, sambil menangis sampai membasahi (ikat) pinggangnya. Selesai shalat, beliau duduk memuji Allah, air matanya masih bercucuran sehingga membasahi pula lantai tempat duduknya. Demikian cerita Aisyah. "Tidak biasa rasul terlambat ke masjid untuk shalat (sebelum) subuh, ada apa gerangan yang terjadi?" tambah bilal. Maka kemudian didatangilah rasul, dan ditemuinya beliau sedang menangis. "Mengapa engkau menangis , wahai rasul? Bukankah Allah telah mengampuni dosamu?" tanya bilal. "Betapa aku tidak menangis. Semalam telah turun kepadaku wahyu
Rasul SAW kemudian berkata kepada bilal "Rugilah yang membacanya tapi tidak menghayati kandunganya."
Orang berakal menggunakan potensinya untuk memahami ayat-ayat Tuhan yang tertulis di dalam mushaf atau terbentang di alam raya. Mereka tidak menempatkan diri di menara gading, tidak juga berpikir terlepas dari Allah, juga tidak membatasi ingatan kepada-Nya hanya pada waktu-waktu tertentu. Berdiri, duduk, dan berbaring sekalipun, mereka tetap mengingatNya. Usahanya tidak hanya sampai pada pemahaman, tetapi pengakuan tentang "hak" yang mewarnai seluruh ciptaan Allah. Pengakuan ini kemudian menghasilkan amal dan karya-karya besar. Pemahaman tanpa pengakuan adalah kejahilan, pengakuan tanpa pengamalan sama dengan kesesatan.
"Ayat-ayat adalah jamuan Allah," demikian sabda Nabi Saw. Allah mengundang manusia untuk menelaah ayat-ayat Nya. Menghadiri undangan Nya berarti menikmati "santapan" Nya. Kenikmatan makanan dalam suatu perjamuan akan semakin terasa dengan kehadiran teman-teman yang berbudi. Demikian pula dengan jamuan Tuhan.Ada etika dan tata cara makan yang baik yang harus dipatuhi oleh setiap orang terhormat, demikian pula dengan undangan Tuhan.
Mengecap cita rasa makanan menjadi tujuan awal memenuhi undangan, tetapi ada tujuan awal memenuhi undangan, tetapi ada tujuan utama dari si pengundang yang harus disadari oleh para undangan agar terjalin hubungan baik antara kedua belah pihak. Ayat-ayat yang dibaca atau dilihat yang merupakan "jenis-jenis makanan" yang dihidangkan bukan hanya untuk dinikmati oleh para undangan sendirian, "Makanlah yang terjangkau oleh tangan kananmu dan ulurkan makanan itu kepada yang tidak menjangkaunya," pesan Allah. Ini berarti ada tanggung jawab untuk memberi sesuatu kepada orang lain.
Pengetahuan saja tidak cukup, pengakuanpun masih kurang, buahnya harus ada untuk diri sendiri dan dibagikan pula kepada orang lain. Rugilah yang tidak menghadiri jamuan yang mewah ini, tetapi lebih rugi lagi yang menghadirinya tanpa menikmati hidangannya, sedangkan yang menikmatinya sendirian amat tercela.
(Sumber : Lentera Al Quran, M. Quraish Sihab)
MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran), yang memperlombakan beberapa segi kemahiran dalam bidang Al Quran, sudah merupakan tradisi positif yang sudah dilembanggakan oleh pemerintah. Tidak.diragukan besarnya perhatian pemerintah dan masyarakat menyangkut penyelenggaraan MTQ. Tidak kecil pula dana dan daya yang dikerahkan untuk menyukseskanya. Dampak positif dari perlombaan-perlombaan tersebut dapat dirasakan baik di tingkat nasional maupun internasional. Namun demikian, disadari pula bahwa sisi yang terpenting dari kehadiran Al Quran belum banyak dirasakan dalam pentas kehidupan bermasyarakat.
Al Quran memperkenalkan dirinya sebagai hudan li al-nas (petunjuk untuk seluruh manusia). Inilah fungsi utama kehadiranya. Dalam rangka penjelasan tentang fungsi Al Quran ini, Allah menegaskan : kitab suci diturunkan untuk memberi putusan (jalan keluar) terbaik bagi problem-problem kehidupan manusia.
"Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki Nya kepada jalan yang lurus. (QS. Al Baqarah [2] : 213)
Tantangan besar yang dihadapi oleh umat islam, khususnya cendikiawan muslim, adalah bagaimana memfungsikan kitab suci ini, yaitu bagaimana menangkap pesan-pesanya dan memasyarakatkanya, bagaimana memahami dan melaksanakan petunjuk-petunjuknya tanpa mengabaikan apalagi mengorbankan budaya dan perkembangan positif masyarakat. Sebagaian umat kita memfungsikan Al Quran sebagai mukjizat hanya ditujukan kepada yang meragukanya sebagai firman Allah. Sikap semacam ini antara lain mengantarkan kita pada usaha mencari-cari ayat Al Quran untuk dijadikan bukti bahwa kitab suci ini telah mendahului penemuan-penemuan ilmiah abad modern suatu usaha yang tidak jarang "memaksakan" ayat-ayat itu sendiri.
Di sisi lain, kemukjizatannya dipahami oleh sebagian umat sebagai keampuhan ayat-ayat Al Quran untuk melahirkan hal-hal yang bersifat suprarasional atau supranatural. Hanya saja, umat harus disadarkan bahwa benang yang memisahkan suprarasional dengan irasional amatlah tipis, sehingga jika tidak waspada, seseorang dapat terjerumus ke lembah khurafat (takhayul). Lebih-lebih lagi kalau diingat bahwa Al Quran sendiri menegaskan bahwa al imdad al ghaiby, yang di dalamnya terdapat segala macam yang supra itu, tidak mungkin akan tiba tanpa didahului usaha manusia yang wajar, rasional dan natural.
Al Quran : Jamuan Tuhan
Suatu malam, Rasulullah saw berbisik kepada Aisyah, Apakah kamu rela pada malam (giliranmu)ini, aku beribadah?" Aku sungguh senang berada di sampingmu selalu, tetapi akupun rela dengan apa yang engkau sukai,"sahut Aisyah. Rasul saw kemudian bangkit untuk berwudlu tidak banyak air yang digunakanya lalu beliau shalat dengan membaca Al Quran, sambil menangis sampai membasahi (ikat) pinggangnya. Selesai shalat, beliau duduk memuji Allah, air matanya masih bercucuran sehingga membasahi pula lantai tempat duduknya. Demikian cerita Aisyah. "Tidak biasa rasul terlambat ke masjid untuk shalat (sebelum) subuh, ada apa gerangan yang terjadi?" tambah bilal. Maka kemudian didatangilah rasul, dan ditemuinya beliau sedang menangis. "Mengapa engkau menangis , wahai rasul? Bukankah Allah telah mengampuni dosamu?" tanya bilal. "Betapa aku tidak menangis. Semalam telah turun kepadaku wahyu
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah, sambil berdiri, duduk atau berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : "Ya tuhan kami, tidakkah engkau menciptakan ini semua dengan sia-sia, Maha suci Engkau, peliharalah kami dari siksa neraka (QS. Ali Imran [3] : 190-191)."
Rasul SAW kemudian berkata kepada bilal "Rugilah yang membacanya tapi tidak menghayati kandunganya."
Orang berakal menggunakan potensinya untuk memahami ayat-ayat Tuhan yang tertulis di dalam mushaf atau terbentang di alam raya. Mereka tidak menempatkan diri di menara gading, tidak juga berpikir terlepas dari Allah, juga tidak membatasi ingatan kepada-Nya hanya pada waktu-waktu tertentu. Berdiri, duduk, dan berbaring sekalipun, mereka tetap mengingatNya. Usahanya tidak hanya sampai pada pemahaman, tetapi pengakuan tentang "hak" yang mewarnai seluruh ciptaan Allah. Pengakuan ini kemudian menghasilkan amal dan karya-karya besar. Pemahaman tanpa pengakuan adalah kejahilan, pengakuan tanpa pengamalan sama dengan kesesatan.
"Ayat-ayat adalah jamuan Allah," demikian sabda Nabi Saw. Allah mengundang manusia untuk menelaah ayat-ayat Nya. Menghadiri undangan Nya berarti menikmati "santapan" Nya. Kenikmatan makanan dalam suatu perjamuan akan semakin terasa dengan kehadiran teman-teman yang berbudi. Demikian pula dengan jamuan Tuhan.Ada etika dan tata cara makan yang baik yang harus dipatuhi oleh setiap orang terhormat, demikian pula dengan undangan Tuhan.
Mengecap cita rasa makanan menjadi tujuan awal memenuhi undangan, tetapi ada tujuan awal memenuhi undangan, tetapi ada tujuan utama dari si pengundang yang harus disadari oleh para undangan agar terjalin hubungan baik antara kedua belah pihak. Ayat-ayat yang dibaca atau dilihat yang merupakan "jenis-jenis makanan" yang dihidangkan bukan hanya untuk dinikmati oleh para undangan sendirian, "Makanlah yang terjangkau oleh tangan kananmu dan ulurkan makanan itu kepada yang tidak menjangkaunya," pesan Allah. Ini berarti ada tanggung jawab untuk memberi sesuatu kepada orang lain.
Pengetahuan saja tidak cukup, pengakuanpun masih kurang, buahnya harus ada untuk diri sendiri dan dibagikan pula kepada orang lain. Rugilah yang tidak menghadiri jamuan yang mewah ini, tetapi lebih rugi lagi yang menghadirinya tanpa menikmati hidangannya, sedangkan yang menikmatinya sendirian amat tercela.
(Sumber : Lentera Al Quran, M. Quraish Sihab)