Raih Jabatan, Hindari Kesyirikan

Raih Jabatan, Hindari Kesyirikan

"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih (dari syirik), dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata) : "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar." (QS. Az Zumar [39] : 3).

Tinggal menghitung hari, negara kita akan menggelar pesta demokrasi berupa pemilihan umum. Hiruk pikuknya sudah dapat kita saksikan setiap hari baik di media cetak maupun elektronik. Para calon legislatif pun siap berkompetisi pada ajang bergengsi itu. Maka tak jarang segala carapun terkadang dilamukan untuk mewujudkan impian mereka menjadi pemenang; mulai dari pemaparan dan dialog visi misi dalam berbagai kesempatan, pendekatan  kepada masyarakat dengan beragam cara, bereklame dengan menyuguhkan berbagai design pesan, mulai dari menyewa papan reklame, memasang baliho di berbagai tempat strategis, membagi selebaran dan stiker, bahkan kendaraan-kendaraan pun difungsikan sebagai iklan berjalan untuk para caleg.

Selain dengan cara-cara di atas, untuk mewujudkan impiannya, ada juga dari para caleg tersebut yang melakukan hal-hal menyimpang dari ajaran agama, seperti menziarahi makam-makam yang diyakini keramat untuk meminta restunya, bersemedi di candi, mendatangi dukun dan orang-orang pintar, dan hal-hal yanh bersifat klenik lainya. Praktik-praktik demikian tentunya sudah keluar dari koridor agama, bukan mendatangkan keberkahan, tapi sebaliknya akan mengundang bencana.

Bahkan, kalau kita amati, ada hal menarik dari setiap iklan pada papan reklame ataupun baliho yang terlihat sehari-hari, dimana para caleg biasanya menyandingkan foto dirinya dengan foto tokoh partai yang lebih "tinggi" darinya. Sepertinya tersirat pesan dan harapan dari penyandingan itu, semoga tokoh tersebut dapat mengangkat wibawa dan mendongkrak simpati masyarakat terhadap sang caleg. Bahkan ada juga yang memanfaatkan popularitas tokoh-tokoh masyarakat daerah pilihan untuk tujuan yang sama. Demikianlah berbagai cara yang dilakukan para caleg, agar dia lebih dikenal dan dikagumi masyarakatnya. 

Pemandangan tersebut sudah menjadi budaya perpolitikan negara kita sejak lama, dan semakin berkembang seiring dengan majunya teknologi media periklanan. Sekilas terlihat wajar-wajar saja. Namun bila direnungkan, bukankah kesyirikan telah masuk menyelinap ke dalamnya. Kalau mendatangi perdukunan, orang pintar, meminta keberkahan pada makam-makam tertentu, mestinya kita sepakat bahwa kegiatan tersebut telah menyimpang dari kebenaran dan merupakan kesyirikan. Namun pada kasus menyandingkan foto diri dengan sosok para tokoh, bahkan ada juga dengan tokoh yang sudah tiada, dengan harapan kekharismaan dan kefiguran sang tokoh dapat mengangkat kewibawaan, popularitas simpati dan kagum masyarakat terhadapnya, bukankah itu juga termasuk kesyirikan. 

Kesyirikan modern saat ini, bukan berbentuk penyembahan terhadap berhala-berhala seperti pada masa jahiliyah dahulu, tetapi berupa kesyirikan yang dibalut dengan image kewajaran. Sehingga si pelaku dan pendukungnya tidak sadar kalau mereka sudah terjelembab pada lobang kesyirikan . Inilah bentuk kesyirikan yang sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah Saw, syirik tersembunyi (asy-syirkul khafiy) yang pelakunya tidak merasa bahwa ia telah melakukan kesyirikan . Dalam Al Quran,  Allah berfirman : 

"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." (QS. Az zumar [39] : 3)

Para caleg, khususnya yang muslim, mestinya tahu kepada siapa harus berharap dan menyandarkan diri. Mereka juga tentunya sudah tahu kalau Allah lah pemiliki segala keagungan, kemuliaan, kehormatan dan kewibawaan. Oleh karena itu, seorang muslim tidak benar mengharap kepada manusia untuk dapat mengangkat wibawa, derajat, martabat, dan gengsi dirinya. Allah Swt berfirman : 
"Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan maka bagi Allah lah kemuliaan itu semuanya". (QS. Fathir [35] : 10).

Seorang muslim harus memahami konsep ikhtiar dan tawakal dalam segala gerak hidupnya. Kewajiban berikhtiar harus diiringi dengan sikap tawakkal yang benar. Bahwa tawakkal itu adalah membebaskan diri dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatu hanya kepada Nya. Dalam Al Quran, Allah berfirman : 

"Dan kepunyaan Allah lah apa yang gaib di langit dan di bumi dan kepada Nya lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertaqwalah kepada Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan". (QS. Hud [11] : 123)

Orang yang bertawakkal akan mencukupkan Allah sebagai tempat bersandarnya : 

"Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."(QS. Ath Thalaq [65] : 3) 

Segala sesuatu, termasuk jabatan, bersumber dari Allah, bukan dari dan karena bantuan seseorang. Allah yang memberi dan Allah pula yang mengambilnya. 

"Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Ditangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. Ali Imran [3] : 26

Ketika semangat tawakkal ini tidak dapat dipahami dan diterapkan dalam kehidupan, maka pada saat itu pula hilanglah keimanan dari dalam diri. Allah berfirman : 

"Bertawakkallah kalian kepada Allah, jika kalian benar-benar orang yang beriman."(QS. Al Maidah [5] : 23) 

Sikap tawakkal akan melahirkan sikap kepasrahan total kepada Allah Swt. Hati orang yang pasrah akan merasakan ketenangan. Bila ia berhasil mendapat jabatan, ia akan bersyukur dan tidak sombong. Dan bila gagal, ia tidak putus asa. Tidak seperti beberapa kasus yang kita dengar, adanya orang-orang yang stress bahkan gila karena gagal meraih jabatan yang ia kejar-kejar. 

Marilah kita bercermin kepada sikap para salafus shalih. Mereka tidak memburu jabatan, sehingga mereka pun tidak melakukan hal-hal yang menyimpang untuk mendapatkannya. Oleh karena itu, jabatan hendaklah diperoleh dengan cara yang benar dan sikap kesalihan, bukan dengan kebathilan dan kesyirikan. Jabatan adalah amanat yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan sang khaliq. Dengan kesadaran ini, seoranh muslim akan lebih berhati-hati mendapatkannya. Semoga kepemimpinan mendatang dipusakai oleh orang-orang yang shaleh. Amiin ya Rabbal'Alamin. 

(Sumber : Risalah Jumat)






Terima kasih sudah membaca Raih Jabatan, Hindari Kesyirikan ,Silahkan bagikan artikel ini Raih Jabatan, Hindari Kesyirikan jika bermanfaat, Barakallaahu fikum
Share on :
 
Comments
0 Comments

Post a Comment

loading...
 
Support : About | Site Map | Privacy Policy | Disclaimer | Contact Us |
Copyright © 2013. artikelislamiku.blogspot.com - All Rights Reserved
Di Design Ulang Oleh I Template Blog Published by I Template Blog
Proudly powered by Blogger