Dengan memohon petunjuk dari Allah SWT kita akan membahas masalah niat dalam ibadah
1. Rasulullah SAW bersabda : 'Inna mal a'malu binnaiyati wa innamaa likullam riinmaa nawa'
artinya : "Sesungguhnya semua amalan itu hanyalah dengan niat dan bagi setiap orang mendapatkan apa yang telah Ia niatkan."(HR Bukhari-Muslim)
Dari hadits di atas ada beberapa poin yang perlu dibahas diantaranya :
a. Definisi niat adalah; Kemauan hati untuk melakukan sesuat. Tempatnya adalah dalam hati dan tidak ada hubungannya dengan lidah
b. Kalimat 'Inna mal a'malu binnaiyati' menunjukkan sebab terjadinya amal perbuatan bahwasanya segala bentuk perbuatan pasti didorong oleh niat untuk melakukannya. Setiap amalan orang berakal yang mempunyai ikhtiar pasti terjadi karena adanya niat. Mustahil ada seorang waras yang berwudhu, berangkat untuk shalat, bertakbir, dan melaksanakan shalat, tetapi dikatakan bahwa ia tidak mau atau belum berniat. Sedangkan ia melakukan semua itu dari dorongan keinginan hatinya, itulah yang disebut dengan niat.
Sehingga sebagian ulama mengatakan : "Seandainya Allah membebani kita untuk beramal tanpa niat, sungguh itu adalah suatu beban yang tidak akan sanggup dipikul."
c. Sedangkan makna 'wa innamaa likullam riinmaa nawa' adalah hasil atau balasan yang diperoleh seseorang dari amalnya tergantung pada niat. Apakah amalan tersebut dilakukan secara ikhlas hanya karena Allah atau karena riya', sum'ah atau untuk tujuan dunia lainnya.
Walaupun seseorang mengucapkan lafaz niat dengan lisan 'lillahi ta'ala' tetapi hatinya tertuju kepada selain Allah, maka yang akan dihitung adalah yang tersirat dalam hatinya.
Hadits tersebut diatas adalah dalil yang menunjukkan bahwa niat yang ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya amalan sholeh.
2. Bila ada yang mengatakan bahwa niat itu adalah salah satu rukun dalam dari rukun-rukun shalat, maka harus dimulai ketika mulai mengangkat tangan pada takbiratul ihram sampai pada kata akbar, sebab rukun suatu amalan harus berada di dalam amalannya.
Yang benar, niat adalah syarat semua amalan, bukan rukun dalam setiap amalan.
Contoh dalam shalat. Rasulullah SAW bersabda kepada seorang lelaki yang rusak salatnya : "Jika kamu bangkit hendak shalat, maka baguskanlah wudhumu, kemudian menghadaplah ke kiblat lalu bertakbirlah, selanjutnya bacalah yang termudah bagimu dari Al Quran." (HR. Al Bukhari)
Hadits ini jelas sangat menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk memulai salat dengan perintah 'bertakbirlah', bukan dengan 'berniatlah', dan tidak juga 'bertakbirlah dan sertakan niat dalam takbirmu'. Tidak. Karena kalimat Jika kamu bangkit hendak salat sudah menunjukkan suatu maksud keinginan untuk sholat itulah yang disebut niat.
Kalaulah memang niat adalah rukun shalat yang membutuhkan lafaz khusus, niscaya Rasulullah SAW mengajarkannya kepada para sahabat. Seperti halnya bacaan tasyahud (tahiyyat). Ibnu Mas'ud ra berkata : "Rasulullah mengajariku tasyahud dan tanganku berada diantara kedua tangan beliau, sebagaimana beliau mengajariku Surat Al Quran."
Contoh dalam puasa : sabda Rasulullah SAW : "Barangsiapa belum berniat untuk berpuasa pada malam hari, maka tidak ada puasa baginya."(HR. An-Nasa'i 4/196, Al-Baihaqi 4/202, Ibnu Hazm, 6/162, shahih).
Malam hari adalah sejak matahari terbenam sampai terbit fajar, dalam tenggang waktu sebelum terbit fajar itulah niat diazamkan. Sedangkan puasa baru dimulai setelah terbit fajar, jelas tidak berkumpul dengan niat. Jadi niat tersebut bukanlah rukun dari puasa, tetapi syarat puasa. Dalam hadits di atas Rasulullah SAW sama sekali tidak memerintahkan agar mengerjakan "nawaitu shouma ghodin...".
Sungguh sangat disayangkan apa adanya orang yang dihinggapi rasa was-was. Mereka terlihat sering sekali dalam salat mengulang-ulang takbiratul ihram, bahkan sampai imam telah ruku' pun ia belum selesai takbiratul ihram. Alasannya, karena niat belum masuk.
Astagfirullah. Sedemikian sulitkah Islam ini?.
Ada juga orang pada malam Ramadhan telah bermaksud puasa untuk esok hari. Bahkan ia bangun dan makan sahur. Tetapi esoknya ia membatalkan puasanya, karena ia menganggap puasanya itu tidak sah, karena ia lupa, tidak mengucapkan "nawaitu sauma ghodin..." pada malam hari tadi. Subhanallah. Ini hanya tipu daya yang datangnya dari bisikan setan.
Apakah sudah seperti ini kondisi shalat dan puasa yang dilakukan oleh sebagian muslim?. Dengan mengidap kadar was-was yang tidak pernah Tata caranya dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat ra.
1. Rasulullah SAW bersabda : 'Inna mal a'malu binnaiyati wa innamaa likullam riinmaa nawa'
artinya : "Sesungguhnya semua amalan itu hanyalah dengan niat dan bagi setiap orang mendapatkan apa yang telah Ia niatkan."(HR Bukhari-Muslim)
Dari hadits di atas ada beberapa poin yang perlu dibahas diantaranya :
a. Definisi niat adalah; Kemauan hati untuk melakukan sesuat. Tempatnya adalah dalam hati dan tidak ada hubungannya dengan lidah
b. Kalimat 'Inna mal a'malu binnaiyati' menunjukkan sebab terjadinya amal perbuatan bahwasanya segala bentuk perbuatan pasti didorong oleh niat untuk melakukannya. Setiap amalan orang berakal yang mempunyai ikhtiar pasti terjadi karena adanya niat. Mustahil ada seorang waras yang berwudhu, berangkat untuk shalat, bertakbir, dan melaksanakan shalat, tetapi dikatakan bahwa ia tidak mau atau belum berniat. Sedangkan ia melakukan semua itu dari dorongan keinginan hatinya, itulah yang disebut dengan niat.
Sehingga sebagian ulama mengatakan : "Seandainya Allah membebani kita untuk beramal tanpa niat, sungguh itu adalah suatu beban yang tidak akan sanggup dipikul."
c. Sedangkan makna 'wa innamaa likullam riinmaa nawa' adalah hasil atau balasan yang diperoleh seseorang dari amalnya tergantung pada niat. Apakah amalan tersebut dilakukan secara ikhlas hanya karena Allah atau karena riya', sum'ah atau untuk tujuan dunia lainnya.
Walaupun seseorang mengucapkan lafaz niat dengan lisan 'lillahi ta'ala' tetapi hatinya tertuju kepada selain Allah, maka yang akan dihitung adalah yang tersirat dalam hatinya.
Hadits tersebut diatas adalah dalil yang menunjukkan bahwa niat yang ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya amalan sholeh.
2. Bila ada yang mengatakan bahwa niat itu adalah salah satu rukun dalam dari rukun-rukun shalat, maka harus dimulai ketika mulai mengangkat tangan pada takbiratul ihram sampai pada kata akbar, sebab rukun suatu amalan harus berada di dalam amalannya.
Yang benar, niat adalah syarat semua amalan, bukan rukun dalam setiap amalan.
Contoh dalam shalat. Rasulullah SAW bersabda kepada seorang lelaki yang rusak salatnya : "Jika kamu bangkit hendak shalat, maka baguskanlah wudhumu, kemudian menghadaplah ke kiblat lalu bertakbirlah, selanjutnya bacalah yang termudah bagimu dari Al Quran." (HR. Al Bukhari)
Hadits ini jelas sangat menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk memulai salat dengan perintah 'bertakbirlah', bukan dengan 'berniatlah', dan tidak juga 'bertakbirlah dan sertakan niat dalam takbirmu'. Tidak. Karena kalimat Jika kamu bangkit hendak salat sudah menunjukkan suatu maksud keinginan untuk sholat itulah yang disebut niat.
Kalaulah memang niat adalah rukun shalat yang membutuhkan lafaz khusus, niscaya Rasulullah SAW mengajarkannya kepada para sahabat. Seperti halnya bacaan tasyahud (tahiyyat). Ibnu Mas'ud ra berkata : "Rasulullah mengajariku tasyahud dan tanganku berada diantara kedua tangan beliau, sebagaimana beliau mengajariku Surat Al Quran."
Contoh dalam puasa : sabda Rasulullah SAW : "Barangsiapa belum berniat untuk berpuasa pada malam hari, maka tidak ada puasa baginya."(HR. An-Nasa'i 4/196, Al-Baihaqi 4/202, Ibnu Hazm, 6/162, shahih).
Malam hari adalah sejak matahari terbenam sampai terbit fajar, dalam tenggang waktu sebelum terbit fajar itulah niat diazamkan. Sedangkan puasa baru dimulai setelah terbit fajar, jelas tidak berkumpul dengan niat. Jadi niat tersebut bukanlah rukun dari puasa, tetapi syarat puasa. Dalam hadits di atas Rasulullah SAW sama sekali tidak memerintahkan agar mengerjakan "nawaitu shouma ghodin...".
Sungguh sangat disayangkan apa adanya orang yang dihinggapi rasa was-was. Mereka terlihat sering sekali dalam salat mengulang-ulang takbiratul ihram, bahkan sampai imam telah ruku' pun ia belum selesai takbiratul ihram. Alasannya, karena niat belum masuk.
Astagfirullah. Sedemikian sulitkah Islam ini?.
Ada juga orang pada malam Ramadhan telah bermaksud puasa untuk esok hari. Bahkan ia bangun dan makan sahur. Tetapi esoknya ia membatalkan puasanya, karena ia menganggap puasanya itu tidak sah, karena ia lupa, tidak mengucapkan "nawaitu sauma ghodin..." pada malam hari tadi. Subhanallah. Ini hanya tipu daya yang datangnya dari bisikan setan.
Apakah sudah seperti ini kondisi shalat dan puasa yang dilakukan oleh sebagian muslim?. Dengan mengidap kadar was-was yang tidak pernah Tata caranya dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat ra.
3. Munculnya pendapat bahwa shalat harus melafalkan niat dengan lisan adalah dari kesalahan Abdullah bin Az-Zubairy dalam memahami ucapan Imam As-Syafi'i : "Jika seseorang berniat haji atau umrah maka sudah cukup, walaupun tidak dilafalkan. Berbeda dengan shalat, tidak sah kecuali dengan ucapan." Abdullah Az-Zubairy mengatakan bahwa Imam Syafi'i mewajibkan pelafalan niat dalam salat.
Imam An-Nawawi berkata : "Para sahabat kami berkata : "Telah tersalah orang ini (Abdullah Az Zubairy), bukanlah yang dimaksud Imam As Syafii dengan "ucapan" itu niat, tetapi yang dimaksud adalah takbir."
Jadi menisbatkan "Ushalli" kepada Imam As-Syafi'i itu tidaklah benar. Kalau memang ada ulama yang berpendapat seperti itu, maka seharusnya perkataan (sabda) dan amalan Rasulullah SAW wajib didahulukan, ketimbang qaul ulama.
4. Semua nama yang mencakup perbuatan maupun ucapan yang dicintai dan diridhoi Allah, baik yang dhahir maupun yang batin, disebut dengan ibadah. Jadi, ibadah itu hanya terbatas pada amalan-amalan fiqhiyyah saja. Tetapi, mengapa orang yang "menyunahkan" atau bahkan "mewajibkan" untuk melafalkan niat serta mengajarkan lafal-lafal tertentu, ternyata hanya terbatas pada wudhu', tayamum, mandi, shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan di sana masih banyak lagi amalan ibadah lainnya , seperti membuang duri dijalan, memberi makan fakir miskin, menghormati tamu dan tetangga dan lain-lain. Namun, mengapa mereka tidak pernah mengajarkan lafal niatnya?.
5. Sabda Rasulullah SAW : "Barangsiapa yang membuat-buat suatu perkara dalam urusan kami ini (agama) yang bukan berasal darinya maka perkara itu tertolak." (HR Al Bukhari dan Muslim)
Kita tidak dibebani untuk membuat syariat, hanya saja kita diperintahkan untuk mengikuti semua yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul Nya. Itulah yang termudah bagi kita.
Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk sholat sebagaimana beliau shalat. Yang melihat salat beliau hanyalah para sahabat. Sedangkan kita hanya mengamalkan apa-apa yang telah sampai kepada kita dari hadits-hadits Rasulullah SAW yang shahih.
Marilah kita tingkatkan amalan perbuatan kita dengan menjalankan Sunnah Rasulullah SAW dengan mengikhlaskan niat untuk mengharapkan pertemuan dengan Allah SWT. Doa yang dibaca oleh Umar bin Al-Khatthab : "Ya Allah jadikanlah seluruh amalku sebagai amalan shaleh. Jadikanlah amalanku itu hanya untuk mengharap wajahMu. Dan jangan Engkau palingkan ia kepada selain Engkau."
Imam An-Nawawi berkata : "Para sahabat kami berkata : "Telah tersalah orang ini (Abdullah Az Zubairy), bukanlah yang dimaksud Imam As Syafii dengan "ucapan" itu niat, tetapi yang dimaksud adalah takbir."
Jadi menisbatkan "Ushalli" kepada Imam As-Syafi'i itu tidaklah benar. Kalau memang ada ulama yang berpendapat seperti itu, maka seharusnya perkataan (sabda) dan amalan Rasulullah SAW wajib didahulukan, ketimbang qaul ulama.
4. Semua nama yang mencakup perbuatan maupun ucapan yang dicintai dan diridhoi Allah, baik yang dhahir maupun yang batin, disebut dengan ibadah. Jadi, ibadah itu hanya terbatas pada amalan-amalan fiqhiyyah saja. Tetapi, mengapa orang yang "menyunahkan" atau bahkan "mewajibkan" untuk melafalkan niat serta mengajarkan lafal-lafal tertentu, ternyata hanya terbatas pada wudhu', tayamum, mandi, shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan di sana masih banyak lagi amalan ibadah lainnya , seperti membuang duri dijalan, memberi makan fakir miskin, menghormati tamu dan tetangga dan lain-lain. Namun, mengapa mereka tidak pernah mengajarkan lafal niatnya?.
5. Sabda Rasulullah SAW : "Barangsiapa yang membuat-buat suatu perkara dalam urusan kami ini (agama) yang bukan berasal darinya maka perkara itu tertolak." (HR Al Bukhari dan Muslim)
Kita tidak dibebani untuk membuat syariat, hanya saja kita diperintahkan untuk mengikuti semua yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul Nya. Itulah yang termudah bagi kita.
Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk sholat sebagaimana beliau shalat. Yang melihat salat beliau hanyalah para sahabat. Sedangkan kita hanya mengamalkan apa-apa yang telah sampai kepada kita dari hadits-hadits Rasulullah SAW yang shahih.
Marilah kita tingkatkan amalan perbuatan kita dengan menjalankan Sunnah Rasulullah SAW dengan mengikhlaskan niat untuk mengharapkan pertemuan dengan Allah SWT. Doa yang dibaca oleh Umar bin Al-Khatthab : "Ya Allah jadikanlah seluruh amalku sebagai amalan shaleh. Jadikanlah amalanku itu hanya untuk mengharap wajahMu. Dan jangan Engkau palingkan ia kepada selain Engkau."
(Sumber : An Nur)