Diantara Hak-Hak Anak dari Orang Tuanya

Diantara Hak-Hak Anak dari Orang Tuanya

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar; keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At Tahrim [66] : 6)

Memulainya dengan pernikahan

Islam menjadikan permasalahan nikah sebagai sunnah yang sangat disyariahkan kepada manusia. Menikah sebagai sunah dan sebagai penjaga kelestarian manusia. Lestari dengan bibit yang mulia tentunya. Sehingga, terdapat salah satu hadits nabi tentang pernikahan yang menganjurkan menikahi wanita yang subur, seperti hadits Anas Ibnu Malik ra berkata : Rasulullah Saw memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda : "Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang; sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat." (HR. Ahmad, disahihkan Ibnu Habban).

Selain subur, nabi juga mencintai para pria mencari pendamping yang manjur agamanya. Sebagaimana dalam hadits nya : Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi Saw bersabda : "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu : harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia."(Muttafaq 'alaih dan Imam lima). Tak lupa, ad perintah untuk melihat calon isteri terlebih dahulu untuk menambah keteguhan dalam memilihnya. Menurut riwayat Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw pernah bertanya kepada seseorang yang akan menikahi seorang wanita : "Apakah engkau telah melihatnya?" Ia menjawab : Belum. Beliau bersabda : "Pergi dan lihatlah dia". Pada akhirnya, setelah ijab terucap dan diterimanya dengan qobul, menjadi salah kedua manusia itu, dan diantara yang paling ditunggu selepas pernikahan adalah kehadiran anak-anaknya. Berharap anaknya berkualitas dari ilmu dan iman, karena telah memilih ibu yang sesuai kriteria sunnah nabi Muhammad Saw.

Mendapatkan doa di malam pertama

Perencanaan itu dimulai ketika suami istri yang telah sah tadi mengawali malam pertamanya. Pada saat inilah bak anak agar anak menjadi sholihin atau sholihat terjadi. Maka, dalam tuntunan malam pertama, anjuran nabi ialah membaca doa "bismillah allahumma jannibnis syaithan wa jannibis syaithan ma razaqtana." Doa itu selengkapnya dapat dibaca dalam hadits : "Ibnu Abbas berkata, Rasulullah Saw bersabda : "Apabila seseorang membaca doa berikut ini sebelum menggauli isterinya : "Bismillah allahumma jannibnis syaithan wa jannibis syaithan ma razaqtana". (Dengan menyebut nama Allahh, Ya Allah, jauhkanlah syetan dari saya, dan jauhkanlah ia dari apa yang akan Engkau rizkikan kepada kami (anak, keturunan) kemudian dari hubungan tersebut ditakdirkan menghasilkan seorang anak, maka ia tidak diganggu oleh syetan selamanya."(HR. Bukhari-Muslim)

Memang hanya sebatas doa yang pendek saja. Tetapi dalam hikmah doa itu terkandung kekuatan yang luar biasa. Keyakinan orang tuanya terhadap keagungan Allah untuk menjaga anaknya telah terlaksana. Hanya tinggal penjagaan dan pendidikan maksimal orangtuanya ketika anaknya beranjak dewasa kelak. Jadi, tidak hanya berdoa ketika malam pertama saja, tetapi doa dan usaha kedepanya menjadi kunci dari berhasilnya mendidik anak-anak nantinya.

Mendapatkan nama yang baik

Diriwayatkan dari al-Musayyib bin Hazn dari kakeknya yang berkata : "Rasulullah Saw berkata kepadaku: "Siapa namamu?". 'Hazn!'(artinya ; sedih -red) jawabku. Beliau bersabda : " tidak namamu adalah Sahal(artinya : mudah). Kakekku berkata : "Aku tidak akan merubah nama pemberian orang tuaku!. Sa'id bin al-Musayyib berkata: " Kami terus dirundung kesedihan sejak saat itu sampai sekarang."(HR. Bukhari). 

Nama adalah pengenalan identitas, penguatan jati diri, dan cita-cita dari orang tuanya untuk anaknya. Masa lampau, nama-nama jawa mempunyai makna yang unik. Slamet misalnya, agar selalu selamat. Atau nama yang mempunyai kepanjangan, "Boiman" lahir pada hari Rabu dan agar selalu beriman. Simple dan mengena. Itulah etika pemberian nama. Tidak sembarang indah, tetapi ada ruh yang terbawa dalam makna nama itu.

Sesuai hadits diatas, tuntunan islam telah jelas untuk memberi nama yang baik-baik saja. Sebenarbya tidak wajib menggunakan bahasa arab. Hanya saja karena bahasa arab adalah bahasa nabi, bahasa Allah dan bahasa pebduduk surga, maka tidaklah begitu salah ketika memakaikan nama dengan bahasa Arab. Bahasa apapun sebenarnya tidak dipermasalahkan, asal arti dari nama itu baik maka boleh-boleh saja.

Mendapatkan asupan makanan yang halal

Makanan halal berarti halal secara syari dan subtansi. Halal secara hukum islam dan sehat secara medis. Maka, halal dan thoyib (baik) tidak dapat dipisahkan. Kehati-hatian dalam menjemput ma'isyah untuk keseharian memang sangat harus diperhatikan. Ketika rizki itu diperoleh dengan cara yang halal, dari tangan orang-orang yang senantiasa menjaga kehati-hatiannya, dan kita mengetahuinya, maka itu akan baik bagi orang tua dan anaknya. Tetapi ketika rizki itu diperoleh debgan cara yang syubhat, dari tangan-tangan yang syubhat pula, maka sekuat mungkin untuk menjemput rizki di tempat lain.

Rasul dalam haditsnya menyindir bagi orang-orang yang makanannya  tidaklah halal. Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : "Rasulullah Saw pernah bersabda :"Sesungguhnya Allah itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik." Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman :

"Wahai para rosul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal sholih." (QS. Al Mukminun [23] : 51).

"Dan Dia berfirman :"Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu".(QS. Al Baqarah [2] : 172)

Kemudian, beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tanganya ke langit seraya berdoa : "Wahai Robbku, wahai rabbku" sedangkan makanannya haram, minumanya haram, pakaianya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan doanya."(HR. Muslim). Artinya, janganlah sesuatu yang masuk ke dalam perut orang tua dan anak-anaknya adalah haram yang menjadi terhalangnya doa, dan menjadi penghalang pula petunjuk Allah dalam mengarungi kehidupan ini.

Dipilihkan pakaian yang menutup auratnya.

Cukupkan alasan menutup aurat itu dengan kesukaan mengikuti perintah Allah Ta'ala da Rasul Nya. Khusus bagi wanita, auratnya adalah seperti yang tertulis dalam hadits sebagai berikit. Diriwayatkan dari aisyah : "Bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk ke rumah Rasulullah Saw dengan memakai pakaian daerah Syam yang tipis, maka Rasulullah Saw memalingkan ke arah tanah seraya bersabda :"Wahai Asma', sesungguhnya perempuan itu jika telah baligh tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya."(HR. Baihaqi)

Kemudian, menutup aurat itu berbeda dengan membungkus aurat. Menutup berarti tidak terlihat sudut-sudutnya , atau bentuk yang disembunyikan, atau remang-remang yang ditutupi. Sehingga, memakai pakaian yang menutup aurat itu memangkas dari penglihatan manusia lain untuk "mencari tahu" apa yang ditutupi itu. Dan, inilah hadits tentang kriteria bahwa aurat itu telah tertutupi. Rasulullah Saw bersabda : "Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya : [1] Malaikat yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli sekelompok manusia (berdosa), dan [2] wanita-wanita yang berpakaian umum (seperti) terlanjang dan berjalan berlenggak-lenggok dan kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian (jarak yang sangat jauh)". (HR. Muslim, Baihaqi dan Ibnu Hibban).

Nah, berpakaian seperti telanjang dapat dipahami bahwa pakaian itu ketat, transparan, tipis, dll sehingga yang seharusnya tertutupi malah tertampakkan melaui pakaian itu. Ditambah lagi dengan gaya hidupnya yang banyak imitasi dari "model-model modern" dalam pesona kecantikan dan keindahan luar tubuhnya.

Diberikan pendidikan yang baik

Pesan dalam mengajari anak, teringat dari metode Lukman al Hakim, dia bukan Nabi atau Rasul, namun namanya terabadikan dalam Al Quran. Mari disimak bersama cara Lukman al Hakim dalam mengajari anaknya.
  • Pertama, mentauhidkan Allah,"...hai anak ku janganlah kamu mempersekutukan Allah."(QS. Lukman [31] : 13)
  • Kedua, ajari berbakti kepada orang tuanya. "Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya..".(QS. Lukman [31] : 14)
  • Ketiga, ajari anak berterima kasih kepada Allah melalui sholat.
  • "Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar." (QS. Lukman [31] : 17)
  • Keempat, ajari adab yang terpuji. "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dan manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri..."(QS. Lukman [31] : 18-19)
Pendidikan terbaik berasal dari keluarga, dan ibu menjadi guru pertama bagi pendidikan anak-anaknya. Sekolah, masyarakat hanyalah membantu anak-anak dalam mengaplikasikan apa yang telah diajarkan ibunya. Artinya, tidaklah tepat ketika memasrahkan anak-anak untuk di ajari berbagai ilmu di tempat lain namun orang tua di rumah tidak ikut mantau, mendampingi, atau memberikan waktu untuk anak-anak dalam belajar bersama.

Dinikahkan pada waktunya dan dengan cara yang dituntunkan rasul

Menikah dengan cara yang syari, dimulai dengan taaruf, melihat calon, melamar calon (khitbah) dan perayaannya. Bagi laki-laki, ba'ah menjadi syarat utama untuk menikah. Seperti dalam hadits "Wahai sekalian pemuda, barang siapa di antara kalian yang sudah mampu untuk menikah maka segeralah mereka menikah karena nikah akan lebih menundukan pandangan dan lebih menjaga kehormatan (Mutafaq 'alaih)

Ba'ah itu mampu, baik secara fisik maupun rohani. Baik secara maisyah dan juga pemuasan batin. Nah, mampu secara kebutuhan biologilah sebaiknya diartikan terlebih dahulu dibanding dengan lainya. Karena seperti diawal, menikah mempunyai tujuan melestarikan generasi, dan generasi dimulai dari kemampuan biologis. Bagi perempuan diijinkan dan dinikahkan wali menjadi syarat utama. Jika tidak ada wali yang menikahkan, maka tidak sah pernikahanya.

Setelah penentuan tanggal pada proses lamaran disepakati, secepat mungkin di setting acara perayaan yang sederhana namun mengena. Perayaan nikah atau walimatul usry adalah pengenalan mempelai pada masyarakat, syiar islam dan sunnah nabi. Jadikan walimah bernilai barakah dengan adanya sajian makanan yang menyenangkan, acara yang tidak menabrak jadwal sholat dan doa-doa kesakinahan dari penceramah yang mencerahkan. Wallahu a'lam.

(Sumber : Risalah Jumat)






Terima kasih sudah membaca Diantara Hak-Hak Anak dari Orang Tuanya ,Silahkan bagikan artikel ini Diantara Hak-Hak Anak dari Orang Tuanya jika bermanfaat, Barakallaahu fikum
Share on :
 
Comments
0 Comments

Post a Comment

loading...
 
Support : About | Site Map | Privacy Policy | Disclaimer | Contact Us |
Copyright © 2013. artikelislamiku.blogspot.com - All Rights Reserved
Di Design Ulang Oleh I Template Blog Published by I Template Blog
Proudly powered by Blogger