Empat Perkara yang Engkau Akan Terhindar dari Kerugian

Empat Perkara yang Engkau Akan Terhindar dari Kerugian



"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan saling menasehati untuk kebenaran". (QS. Al-Ashr [103] : 1-3)

Hidup kita ini bukanlah untuk sesuatu yang sia-sia belaka, bahkan untuk beribadah hanya kepada Allah swt. Perlu diketahui bahwa ada empat perkara yang jika diamalkan dengan sebaik-baiknya akan meraih kebahagiaan di dunia dan akherat. Empat perkara tersebut adalah Al Ilmu (Ilmu), Al-'amalu bihi (beramal denganya), ad-da'wah (berdakwah) dan ash-shabr (bersabar) atas gangguan yang ada di dalamnya.

Perkara pertama: Al 'Ilmu (Ilmu)

"Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah memudahkan baginya dengan menuntut ilmu tersebut jalan menuju surga". (Muttafaqun'alaih)

Maksud ilmu disini adalah ilmu syar'i yang dibawa oleh Rasulullah saw. Dengan ilmu, seseorang akan dimudahkan oleh Allah jalannya menuju surga. Ilmu inilah yang Allah jadikan sebagai tanda kebaikan bagi seseorang, dimana Allah jika berkehendak untuk memberikan kebaikan kepada seseorang, maka Dia akan memberikan kefahaman kepada orang tersebut tentang ilmu syariat /agama ini, sebagaimana sabda Nabi saw: "Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka Allah akan pahamkan dia terhadap agama ini". (Muttafaqun 'alaih)

Oleh karena itu, sesungguhnya ilmu itu tidak bisa diremehkan atau dianggap ringan. Dengan ilmu pula, seseorang akan terbimbing dalam langkah kehidupannya, dan terarah tingkah lakunya karena dia senantiasa berupaya untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan apa yang diwariskan oleh Allah 'azza wajalla. Namun perlu diketahui bahwa ilmu itu tidak bisa didapat begitu saja Ilmu itu didapat dengan berupaya untuk mempelajari dan memahaminya.

Perkara kedua : Al Amalu Bihi ( Beramal denganya)
Yakni beramal dengan ilmu tersebut. Inilah di antara barakah dari sebuah ilmu yang dipelajari oleh seseorang. Kebaikan dari ilmu itu akan tampak dalam keseharian seseorang yang mempelajarinya, apakah dia bisa mengamalkannya ataukah tidak.

Dan mengamalkan ilmu itu tidak sebatas pada hal-hal yang sifatnya zhahir (tampak) saja. Seperti melakukan wudhu', shalat, dan berpakaian, ini semua bisa diamalkan sesuai dengan sunnah menurut ilmu yang sudah dia pelajari, atau menjaga kondisi tubuh yang sesuai dengan sunnah, seperti memelihara jenggot dan sebagainya, ini juga bisa diamalkan sesuai dengan ilmu yang dia ketahui, dan yang lainya dari bentuk pengalaman secara zhahir. Ini semuanya bagus dan merupakan bagian dari pengamalan ilmu.

Namun yang juga tidak bisa diremehkan adalah pengamalan ilmu pada hal-hal yang bersifat bathin (tidak tampak) atau yang berkaitan dengan qalbu (hati), maksudnya adalah apakah ilmu yang telah dipelajari itu bisa mewarnai hatinya ataukah belum. Yang tadinya senantiasa mempunyai sifat hasad, apakah dengan ilmu yang dipelajarinya itu kemudian bisa mengubah dirinya dari sifat hasad tersebut ataukah tidak. Atau yang sebelumnya memiliki sifat kikir dan sombong apakah dalam bentuk melecehkan manusia atau dengan bentuk menolak kebenaran ketika disampaikan kepadanya, su'uzhzhan (mudah berburuk sangka), apakah ilmu yang sudah di dapat itu bisa mengubah bathinnya dari penyakit-penyakit hatinya tadi ataukah belum.

Terkadang seseorang itu ketika menuntut ilmu dan mengamalkanya, yang diperhatikan hanya sebatas hal-hal yang sifatnya zhahir saja. Ini belum cukup. Justru ada yang lebih penting daripada itu, yaitu tang terkait dengan bathinya dan yang tersimpan dalam hatinya.

Beramal dengan ilmu hendaknya yang paling penting dan paling utama adalah kita memperhatikan pribadi dan diri kita terlebih dahulu. Ketika kita mendapatkan ilmu, cobalah kita renungkan bagaimana kemudian upaya kita di dalam mengamalkanya, kita berusaha mengamalkan ilmu itu sebelum mengajak yang lainya. Dan berikutnya, ketika kita merasa mampu atau bisa mengamalkan ilmu tersebut, jangan kemudian ada pada perasaan kita suatu penilaian buruk terhadap orang yang belum mampu, karena itu akan menimbulkan sifat bangga diri dan merasa bahwa dirinya yang sudah bisa sementara orang lain tidak bisa. Tidak sedikit orang yang jatuh ke dalam sikap seperti ini, merasa dirinya lebih dari yang lainya.

Perkara ketiga : Ad-Da'wah (Berdakwah)
Yakni berdakwah di jalan Allah. Masing-masing dari kita bisa berposisi sebagai dai mengajak kepada kebaikan dan at-tawashi (saling memberi wasiat satu sama lain). At tawashi bil haq (saling menasehati untuk kebenaran) dan at tawashi bish shabr (saling menasehati untuk kesabaran) adalah sesuatu yang sangat penting dan merupakan bagian dari dakwah di jalan Allah. Upaya saling memberikan wasiat dan nasehat itu bisa dalam banyak hal. Mulai terkait dengan pelajaran, sampai terkait dengan keseharian kita. Yang terkait dengan keseharian pun bermacam-macam, contohnya adalah saling menasehati untuk menjaga nikmat Allah swt, bersyukur dan lain sebagainya. Seorang muslim bukanlah orang yang suka mencaci dan kotor lisannya. Kata 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash radhiyallahu 'anhuma : "Rasulullah saw bukanlah orang yang berbuat keji dan bukan pula orang yang suka berbuat keji." (Muttafaqun 'Alaihi) 

Seorang muslim bukanlah jenis orang yang asal bicara tanpa dipikirkan. Kita berupaya menghidupkan at-tawashi bil haq dan at-tawashi bish shabr, tidak asal bicara, mengucapkan kata-kata kotor, dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk dijaga , karena syetan sangat bersemangat untuk memisahkan seorang mu'min dengan mu'min yang lainnya. Sangat bersemangat untuk mencerai-beraikan ukhuwah antar kaum muslimin, terlebih lagi antar thullabul 'ilmi

Perkara keempat : Ash-shabr (Bersabar ) 
Yaitu bersabar ketika mendapatkan rintangan dan gangguan di dalam menjalankan ketiga perkara di atas. Tanpa kesabaran, tidak akan bisa seseorang mendapatkan ilmu dan tidak akan bisa seorang menjadi 'alim.


"Dan Kami jadikan mereka-mereka itu para pemimpin dalam urusan agama ini, yang membimbing umat manusia dengan apa-apa yang berasal dari Kami, ketika mereka itu bersabar dan mereka termasuk orang-orang yang yakin terhadap ayat-ayat Kami". (QS. As Sajdah [32] : 24).

Maka sabar dalam menuntut ilmu ini sangat penting bagi kita. Banyak sekali ujian di dalam menuntut ilmu. Terkadang diuji dengan sakit, kekurangan harta, atau yang lainya. Diuji dengan mempunyai kawan yang kurang baik, sehingga membuat dia tisak semangat dan malas di dalam belajar. Atau di uji dengan ketidak cocokan terhadap pelajaran, diuji dengan kondisi ustadznya pada pelajaran tertentu, dan setumpuk ujian yang lain. Maka yang bersabar, insya Allah dia yang akan berhasil serta mendapatkan ilmu dengan baik dan barakah. Kemudian bersabar ketika mengamalkan ilmu. Mengamalkan ilmu itu berat, lebih gampang membaca, mempelajari, dan menghafalnya. Sehingga dibutuhkan kesabaran untuk mengamalkan ilmu tersebut, disamping kesabaran itu disertai dengan doa. Seorang muslim, analogi thallibul 'ilmi, hendaknya menjadikan doa sebagai salah satu dari senjata hidupnya. Permohonan-permohonan kepada Allah 'azza wajalla untuk dimudahkan dari berbagai macam kesulitan, permohonan agar diberi barakah dengan ilmunya tersebut, dan sebagainya. Termasuk berdoa kepada Allah swt agar dimudahkan dalam mengamalkan ilmu, dimudahkan dalam berzikir kepada Allah, bersyukur dan beribadah kepada-Nya. "Ya Allah, tolonglah aku untuk berzikir kepada-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan bait."(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan An Nasa'i). Berikutnya adalah bersabar dalam mendakwahkan ilmu. Misalnya saat memberikan nasehat kepada saudaranya, kemudian tidak didengarkan nasehatnya itu, atau tidak tampak ada perubahan padanya, maka tugas kita adalah menyampaikan nasehat dan hidayah itu di tangan Allah swt. Bahkan Rasulullah saw, Allah swt hanya diperkenankan bagi beliau hidayatul irsyad, yaitu bimbingan-bimbingan dan pengarahan kepada umat manusia. Adapun hidayatut taufiq, hidayah untuk menerima islam dan menjalankananya, murni di tangan Allah swt. Beliau sebatas sebagai orang yang memberikan tadzkir (peringatan).


"Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka".(QS. Al Ghasyiyah [88] : 21-22) 

Rasulullah saw adalah seorang mudzakkir, yaitu pemberi peringatan, bukkan mushaithir, yaitu yang menguasai dan memberi hidayah. Maka terlebih kita, ketika menyampaikan nasehat dan arahan kepada saudara atau teman kita, kalau ternyata tidak diamalkan, maka hendaknya kita bersabar. Tugas kita adalah menyampaikan, dan insya Allah kita akan mendapat "ajr" (pahala) dengan amalan tersebut jika memang dibangun di atas keikhlasan karena Allah swt. Inilah empat perkara yang harus benar-benar kita perhatikan dalam hidup ini, yaitu yang pertama adalah ilmu, dan yang terpenting dari ilmu ini adalah ma'rifatullah (Mengenal Allah), ma'rifatu nabiyyihi (Mengenal Nabi Saw) dan ma'rifatu diinil Islam (mengenal agama islam). Kemudian yang kedua adalah beramal dengan ilmu tersebut. Yang ketiga adalah berdakwah dengan ilmu tersebut. Dan yang keempat adalah bersabar ketika menuntut ilmu, mengamalkan ilmu dan berdakwah dengan ilmu.

(Sumber : Risalah Jumat)





Terima kasih sudah membaca Empat Perkara yang Engkau Akan Terhindar dari Kerugian ,Silahkan bagikan artikel ini Empat Perkara yang Engkau Akan Terhindar dari Kerugian jika bermanfaat, Barakallaahu fikum
Share on :
 
Comments
0 Comments

Post a Comment

loading...
 
Support : About | Site Map | Privacy Policy | Disclaimer | Contact Us |
Copyright © 2013. artikelislamiku.blogspot.com - All Rights Reserved
Di Design Ulang Oleh I Template Blog Published by I Template Blog
Proudly powered by Blogger