Cinta terhadap anak

Cinta terhadap anak



"Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar " (QS. Al Anfal [8] : 28).

Al Quran melukiskan perkembangan jiwa manusia melalui firman Nya,

"ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kamu, serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamanya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur " (QS. Al-Hadid [57] : 20).

Ia bagaikan permainan bagi bayi yang melakukan sesuatu tanpa tujuan. Kemudian, merankak menjadi suatu aktivitas yang dilakukan dengan sadar, tetapi mengabaikan yang penting, sebagaimana yang sering dilakukan oleh anak yang beranjak remaja. Ini berlanjut dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwa mereka hingga mencapai usia remaja yakni ketika mereka mulai memperhatikan hiasan, bersolek, dan bergagah-gagah. Dan setelah dewasa sampai tua, perhatian tertuju pada mengumpulkan harta serta memperbanyak anak dan berbangga-bangga dengan harta dan anak. Semua diibaratkan seperti tanaman yang mengagumkan, tetapi pada akhirnya semua akan binasa.
Ayat diatas ditutup dengan firmaNya,

"Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (bagi orang-orang kafir)."

Ayat ini, antara lain,  melukiskan anak sebagai salah satu kebanggaan manusia. Namun, Al Quran mengingatkan,

"Hai manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah" (QS. Luqman [31]:33).

Cinta orang tua kepada anak melebihi cinta anak kepada orang tua. Bacalah kisah Nabi Nuh as yang merupakan salah seorang dari lima nabi yang paling utama. Betapapun anaknya durhaka kepada Allah dan membangkang orang tuanya, cintanya tidak luntur. Sampai detik-detik terakhir, beliau untuk menumpang ke perahu di tengah gelombang yang laksana gunung.

Dan Nuh memanggil anak kandung, sedangkan anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, "Hai anakku, naiklah (ke perahu) bersama kami, dan janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir " Anaknya menjawab, Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah! " Nuh berkata, "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang. " Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan 
(QS. Hud [11] : 42-43).

Setelah anaknya tenggelam pun, ketika air bah surut dan Nabi Nuh as bersama kaum yang beriman selamat sampai ke darat, cinta sang ayah belum juga pupus. Ini, antara lain, terbukti dari informasi Al Quran.

Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata,"Ya tuhanku, sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya."Allah berfirman, "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepadaKu sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan" (QS. Hud [11] : 45-46).

Cinta ayah kepada anak juga dilukiskan Al Quran dalam kisah Nabi Yaqub dengan putranya, yusuf. "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf, "dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan (QS. Yusuf [12] : 84), demikian juga penjelasan Al Quran. Akan tetapi, dengan mencium aroma yusuf melalui baju yang dikirimkan oleh sang anak kepada sang ayah, pulihlah penglihatannya. Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakannya baju gamis itu ke wajah Yaqub, dan kembalilah dia dapat melihat (QS. Yusuf [12] : 96). Begitu kuatnya cinta ayah terhadap anak sampai membutakan mata orang tua, dan begitu hebat pula cinta sampai mengembalikan penglihatan ayah yang buta. Kebutaan mata disini bukan dalam pengertian majazi. Pulihlah penglihatan pun demikian. Seorang psikolog pasti dapat memahami dengan baik faktor-faktor penyebab kebutaan dan pemulihan seperti itu.

Banyak pelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman Nabi Yaqub diatas.

"Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya lebih dicintai oleh ayah kita daripada dirinya sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita dalam kesesatan (kekeliruan) yang nyata" (QS. Yusuf  [12] : 8)

Begitu ucap saudara-saudara Yusuf, yang merasa dibedakan dalam perlakuan, setelah dalam kenyataan mereka tidak seibu dengan ibu Yusuf dan saudaranya, Benjamin.

Memang, boleh jadi Yakub lebih mencintai Yusuf dan saudaranya, suatu cinta berlebih yang berada di luar kemampuan beliau untuk mengendalikan. Atau hal ini merupakan kelebihan cinta pada tempatnya karena Yusuf dan saudaranya lebih kecil (muda) dari mereka. Atau, boleh jadi juga, beliau telah berlaku adil dalam cintanya, tetapi itu tidak dirasakan oleh anak-anaknya yang lain. Dengan demikian, timbul kesalahfahaman dan penilaian keliru dari mereka, bahkan menbawa akibat yang sangat fatal. Jika demikian, cinta harus dirasakan oleh yang dicintai. Sebab, jika tidak demikian, ia bukan cinta bagi yang tidak merasakanya. Selanjutnya, sikap terhadap anak harus diupayakan sama atau dimengerti oleh mereka, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan antar mereka.

Besarnya harapan dan berlebihnya cinta orangtua terhadap anak, dapat menjadi orangtua dan akan terjerumus ke dalam kesalahan, bahkan kedurhakaan. Dari sini, Al Quran antara lain mengingatkan,

"Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar " (QS. Al Anfaal  [8] : 28).

Karena itu, Allah berpesan dengan firmanNya yang artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi (QS. Al Munafiqin [63] : 9). 

Jika ini tidak diindahkan, maka mereka akan menjadi musuh, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al Taghabun [64] : 14, Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Permusuhan tersebut, paling tidak, terjadi di hari kemudian. Pada hari (itu) harta dan anak-anak kandung laki-laki (atau perempuan) tidak berguna (QS. Al Syu'ara [2] : 88), bahkan karib kerabat dan auladukum (anak-anak kandung atau bukan) sekali-kali tiada bermanfaat bagimu pada hari kiamat. Dan akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kanu kerjakan. (QS. Al Mumtahanah [60] : 3).

Pada umumnya, sampai usia lima belas tahun, atau sebelum dewasa, anak masih sangat sulit menentukan pilihan, khususnya dalam persoalan-persoalan pelik. Juga, sepanjang masa itu, ia sangat peka, sehingga pembentukan kepribadian dan kemampuan dasarnya amat ditentukan oleh pendidikan dan perlakuan orang tua dan lingkunganya. Amat banyak kompleks kejiwaan dan perilaku orang dewasa yang diwarnai dan diarahkan oleh pengalaman-pengalaman yang dialami pada usia muda. Renggutan kasar seorang pengasuh dapat berbekas dan mengeruhkan jiwa anak, sampai akhirnya dia tumbuh berkembang mengidap rasa rendah diri. "Ini dapat dibersihkan oleh air, tetapi apa yang dapat membersihkan kekeruhan hati anak dari renggutan yang kasar?" Demikian Nabi SAW menegur seorang wanita yang menarik dengan kasar anaknya yang pipis ketika beliau gendong.

Di sisi lain, tidak jarang orangtua, terdorong oleh keinginanya yang menggebu menuntut dari anak cara kehidupan beragama atau tingkat dan jenis pengetahuan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan fisik, serta perkembangan jiwa dan nalarnya. Sikap orang tua semacam ini bukanlah hal yang sejalan dengan tuntutan agama. Pada prinsipnya Allah tidak membebani seseorang, dewasa atau anak-anak, melebihi kemampuanya (QS. Al Baqarah [2] : 286).

Dari sinilah pentingnya memberikan perlindungan kepada anak, bukan saja dari orang lain, tetapi juga dari keluarga sendiri, bahkan orangtua yang tidak mengerti atau yang yang ingin mendapat keuntungan cepat. "Allah merahmati orang tua yang membantu anaknya berbakti kepadanya, " demikian sabda Nabi SAW. Ketika beliau ditanya, " Bagaimana ia membantunya?" Beliau menjawab, "Menerima yang sedikit dari mereka, tidak memaksanya, tidak menghina dan tidak pula memakinya."
Perlu juga dicatat bahwa kesalehan anak dapat berdampak positif kepada anak. Bacalah kisah Nabi Musa as bersama hamba Allah yang mengajarnya sebagian dari ilmu ilahi.

Adapun dinding rumah itu (yang mereka bangun, walau penduduknya enggan memberi makan), adalah kepunyaan dua orang yatim piatu di kota itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu, dan bukanlah aku melakukan itu menurut kemauanmu sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. 
(QS. Al Khafi [18] : 82).

Karena itu, orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan  anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan  apa yang dikerjakan 
(QS. Al Thur [52] : 21).

Salah satu wasiat Allah kepada orang tua adalah memberi warisan kepada anak-anak sesuatu dengan ketetapan Allah Swt. (QS.An Nisa [4] : 11). Di sisi lain, Allah melarang pemilik harta memberi wasiat melebihi sepertiga harta, mengingat bahwa anak keturunanya boleh jadi dirugikan oleh wasiat yang jumlahnya melebihi kewajaran itu, lebih-lebih Al Quran mewanti-wanti agar tidak meninggalkan anak keturunan yang lemah, termasuk lemah dalam materi.

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS. An Nisa [4] : 9).

Berbahagialah mereka yang meninggalkan anak yang shaleh lagi kuat kepribadian, ilmu yang tinggi dan banyak harta. Ini adalah cara melestarikan amal, sesuai dengan sabda Nabi SAW, " Jika putra putri adam meninggal dunia, terputus amalnya kecuali dari tiga jenis amal, sedekah yang berkesinambung, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa untuknya."

(Sumber: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Illahi, Mizan, 2002)




Terima kasih sudah membaca Cinta terhadap anak ,Silahkan bagikan artikel ini Cinta terhadap anak jika bermanfaat, Barakallaahu fikum
Share on :
 
Comments
0 Comments

Post a Comment

loading...
 
Support : About | Site Map | Privacy Policy | Disclaimer | Contact Us |
Copyright © 2013. artikelislamiku.blogspot.com - All Rights Reserved
Di Design Ulang Oleh I Template Blog Published by I Template Blog
Proudly powered by Blogger